Rabu, 06 Juli 2011

Menggagas Kepemimpinan Muda di Banten

Oleh: Toni Anwar Mahmud



Tidak lama lagi Provinsi Banten  akan melaksanakan Pilkada untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2012-2017. Dengan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya capital yang melimpah, masyarakat Banten dihadapkan pada situasi yang kurang menguntungkan. Disatu sisi bagaimana mencari figur pemimpin ideal yang dapat menjadi ”juru selamat” dari persoalan-persoalan klasik yang dihadapi oleh masyarakat, yaitu; rendahnya anggaran dan kualitas pendidikan, buruknya pelayanan kesehatan, maningkatnya angka pengangguran dan sempitnya lahan pekerjaan, infrastruktur jalan yang rusak, akses pengembangan ekonomi yang tidak merata dan lain sebagainya. Sementara sisi yang lain, munculnya banyak tokoh-tokoh masyarakat baik tokoh politik, pengusaha, akademisi, birokrat, jawara, atau ulama yang selama ini telah meproklamirkan diri menjadi calon walikota dan wakil walikota dianggap  belum cukup mewakili aspirasi yang diinginkan oleh masyarakat.

Terlepas dari persoalan tersebut, dua agenda penting yang  harus disikapi secara cerdas oleh masyarakat Banten khususnya dalam menghadapi pilkada tersebut adalah pertama bagaimana menggali dan mengembangkan sumberdaya ekonomi Banten secara optimal sehingga kedepan mampu memberikan kontribusi bagi masyarakat, terutama mereka yang secara ekonomi dan sosial kurang beruntung. Kedua bagaimana memilih calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang tepat dan dapat membawa perubahan bagi keadaaan masyarakat.

Kepemimpinan Kaum Muda, siapa takut?

Amien Rais pernah menyatakan dalam sebuah kesempatan bahwa ”pemilu 2009, adalah jatahnya orang muda, jika orang muda tidak muncul, maka jangan salahkan kelompok tua turun gunung’. Kalau coba kita renungkan pernyataan tersebut, maka secara eksplisit hal tersebut merupakan sebuah tantangan kepada para orang muda untuk tampil dalam pemilu 2009, khususnya dalam rangka alih kepemimpinan nasional. Dan ini juga merupakan suatu sinyal positif dari seorang Amien Rais, bahwa kepemimpinan nasional 2009 paling tidak harus memunculkan figur-figur baru dari kalangan orang muda untuk tampil sebagai pemimpin.
Masih dekat dengan ingatan kita, bahwa Tema sentral peringatan hari Sumpah Pemuda tahun 2007 adalah “saatnya Kaum Muda Memimpin Bangsa” Dan ini adalah sesuatu yang sangat penting untuk dipertimbangkan oleh seluruh elemen masyarakat khususnya kaum muda, tidak terkecuali oleh kalangan elit yang ada di puncak kekuasaan, apakah itu di Birokrasi Pemerintahan ataupun mereka yang ada di Partai Politik. Mengapa dianggap penting?  Bagi kaum muda, tema saatnya kaum muda memimpin bangsa di deklarasikan lebih pada sebuah refleksi dari perjalanan bangsa yang tak kunjung membaik, dimana para pemimpin-pemimpin bangsa yang berkiprah saat ini banyak didominasi oleh kelompok-kelompok tua, dan secara prestasipun relatif tidak banyak yang diperbuat oleh mereka kelompok tua, yang ada adalah semakin tidak terurusnya bangsa ini.
Adanya krisis kepemimpinan yang melanda bangsa ini, menjadi isu yang sangat penting untuk disikapi, krisis kepemimpinan tidak saja merambah pada tataran kepemimpinan publik di sektor pemerintahan (Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif) tetapi juga merambah pada sektor-sektor swasta dan politik; seperti partai Politik dan lain sebagainya sehingga pada akhirnya rakyat tidak mempercayai pemimpinnya mulai tingkat pusat sampai tingkat daerah. Disamping itu berbagai hasil survei belakangan menunjukkan bahwa kepemimpinan kaum tua sudah kurang populer. Masyarakat butuh pemimpin baru dalam Pemilu 2009.
Para  pemimpin tua/ senior sudah saatnya memberikan kesempatan kepada tokoh-tokoh muda untuk tampil sebagai pemimpin alternatif. Walau kekuasaan politik saat ini sudah cenderung demokratis dengan basis legitimasi yang kuat, tetap saja bermasalah karena hegemoni kaum tua memacetkan proses demokratisasi di bawah dan menghambat proses kaderisasi. Yang tua yang berkuasa, yang muda hanya menonton.
Melihat realitas seperti ini, yaitu adanya dikotomi pemimpin tua dan muda ditengah-tengah masyarakat kita yang sedang menata demokrasi secara sehat, akankah hal yang demikian dibiarkan tanpa ada solusi? Sebagai orang muda, penulis beranggapan bahwa realitas yang tengah terjadi di masyarakat dan menimpa bangsa ini, memang seyogyanya dipecahkan secara rasional, obyektif dan tidak emosional. Setidaknya faktor penting yang bisa menjadi obat mujarab dalam memperbaiki krisis multi dimensi ini; adalah sosok pemimpin yang baik, kredibel dan amanah.
Sosok pemimpin ini tidak ada kaitannya dengan usia, apakah tua atau muda, tetapi lebih ditekankan pada aspek integritas (ketakwaan) dan profesionalisme yang dimiliki oleh pemimpin tersebut. Jika orang muda mendesak untuk memimpin bangsa ini, tetapi tidak memiliki tiga aspek diatas, yaitu tidak baik, tidak kredibel dan ditambah lagi tidak amanah, buat apa? Yang terjadi malah akan semakin memperburuk keadaan. Tetapi jika ada orang muda yang memenuhi tiga kreteria dasar tersebut,kenapa tidak kita dorong orang muda untuk maju menjadi pemimpin?.

Prasyarat Kepemimpinan di Provinsi Banten
Idealnya sebuah Kepemimpinan, ia harus mampu menggerakkan seluruh potensi sumberdaya yang dimiliki untuk bekerja keras secara bersama-sama dalam mencapai tujuan yang akan dicapai.  Dan kalau kita meyakini bahwa faktor kepemimpinan merupakan penentu dari keberhasilan dan perkembangan sebuah bangsa, maka kita juga harus setuju bahwa kepemimpinan di provinsi Banten haruslah memiliki “kualitas” yang semestinya. Artinya bahwa figur seorang pemimpin jika ditinjau dari berbagai sudut dia harus lebih unggul atau memiliki keunggulan dari yang dipimpin.
Akhirnya terlepas dari sifat atau apapun namanya, penulis berpendapat bahwa untuk konteks kepemimpinan di Banten kedepan yang harus jadikan rujukan adalah bahwa pemimpin haruslah memiliki atribut kepemimpinan yang tangguh, yaitu kepemimpinan yang ditandai oleh ciri-ciri; pertama visioner, yaitu bahwa seorang pemimpin mampu membawa agenda perubahan yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat luas melalaui pendayagunaan sumberdaya organisasi yang terbatas, tidak sebaliknya memberikan kesejahteraan kepada kelompok atau golongannya saja; kedua,  integritas dan moralitas, yaitu seorang calon Gubernur dan Wakilnya  harus bersih dari perbuatan-perbuatan tercela, yaitu; tidak pernah terlibat KKN (korupsi,kolusi dan nepotisme), tidak melakukan perbuatan amoral/asusila.
 Sebagai indikator. kita lihat bagaimana lingkungan keluarga yang dipimpinnya, apakah menunjukkan sebuah lingkungan yang memiliki integritas dan moralitas yang tinggi atau tidak. Dengan Integritas dan moralitas calon Gubernur  tidak dibebani oleh masa lalu yang tercela. Ketiga, seorang calon Gubernur harus memiliki mental/berjiwa entreprenerurship, yaitu mampu secara kreatif dan inovatif menggali, mengorganisir dan mengelola sumberdaya yang dimiliki oleh daerah untuk di eksplorasi secara produktif, disamping itu juga mampu mentransformasikan nilai-nilai entreprenurship tersebut kesegenap jajaran birokrasi yang dipimpinnya, sehingga tercipta kondisi kerja yang dinamis dan produktif. Keempat, memiliki networking, Artinya seorang Gubernur dan Wakilnya mutlak memiliki jejaring (networking) dengan pihak eksternal secara luas. Dengan jejaring yang ada, dimungkinkan adanya kerjasama sinergis dalam membangun dan mengeksplorasi potensi sumberdaya daerah yang terbatas ini.
Berangkat dari atribut tersebut diatas, maka sudah seharusnya kita tidak mempersoalkan hal-hal yang sifatnya simbolik dalam memilih Gubernur dan Wakilnya yang akan datang. Simbol-simbol yang sifatnya organik; seperti asal partai, asal organisasi kemasyarakatan, atau hal-hal yang sifatnya given; yaitu soal putra daerah dan bukan putera daerah,  yang melekat dari seorang pemimpin cenderung akan membuat rasionalitas kita dalam menentukan pilihan akan tereduksi.
Saatnya sekarang kita sebagai pemilik dari kedaulatan, untuk memilih dan menentukan pemimpin secara cerdas, artinya siapun dia (baca: Gubernur dan Wakilnya) yang mencalonkan diri atau dicalonkan oleh partainya sepanjang persyaratan-persyaratan normatif yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan tersebut terpenuhi, maka sebaiknya kita pilih. Tentunya dengan tetap kita harus melakukan pembacaan terhadap potensi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki oleh calon tersebut dalam mengemban cita-cita dan memiliki komitmen mewujudkan perubahan bagi kesejahteraan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar